Pada jaman dahulu kala, ketika jumlah populasi manusia belum sebanyak seperti saat ini, manusia hidup berkelompok dalam ikatan kerabat dekat yang disebut suku (tribal). Mereka mencari nafkah dengan berburu dan berpindah-pindah tempat tinggal mengikuti lahan perburuan. Setelah mengenal metode bercocok tanam, manusia mulai mencari wilayah yang subur yang bisa dimanfaatkan untuk bercocok tanam dan mulai menetap (tidak berpindah-pindah lagi). Mulailah manusia mengembangkan adat istiadat (kebudayaan) dan sistem perekonomian sederhana. Sistem perdagangan barter mulai dikenal. Petani yang memiliki kelebihan hasil pertanian bisa ditukar dengan kambing atau ayam yang dipelihara oleh orang lain. Manusia belum mengenal penggunaan mata uang untuk perdagangan. Setelah sistem barter berkembang maka timbul kebutuhan untuk mempermudah barter, maka manusia mulai mencari cara untuk memudahkan pertukaran dengan menciptakan alat tukar (sekarang disebut uang) sebagai sarana mempermudah perdagangan. Bentuk alat tukar masih sangat primitif (ada kulit kerang, kulit binatang, batu yang dibentuk khusus, lalu berkembang menjadi logam mulia, uang kertas, kartu kredit, uang digital, dst).
Populasi manusia terus bertambah banyak, maka sistem ekonominya juga ikut berkembang. Orang-orang yang menguasai lahan pertanian sangat luas menjadi tuan tanah dan bisa memiliki pekerja (budak) untuk menggarap lahan yang luas. Maka pada masa itu mulai dikenal sistem perbudakan (dimulai pada masa Kerajaan Romawi Kuno). Para tuan tanah (pada umumnya para bangsawan atau Aristokrat atau kerabat raja/penguasa) yang menguasai lahan yang luas memiliki pekerja (budak) yang bekerja mengabdi pada tuan tanah (The Lords). Para tuan tanah ini memiliki hak untuk menghukum para pekerja (budak) yang malas atau mencuri. Belum ada sistem hukum seperti sekarang ini. Perkataan raja (tuan tanah) itulah hukum. Dalam bahasa jawa dikenal istilah “sabdo pandito ratu” (perkataan raja itulah hukum). Sistem atau ideologi ekonomi ini disebut “feodalisme” (ada tuan tanah yang memiliki lahan luas dan pekerja/budak yang bekerja untuk “The Lords” dengan imbalan ala kadarnya untuk sekedar bertahan hidup). Pada era feodalisme ini, pemilik kekuasaan (power) sesungguhnya ada ditangan tuan tanah (The Lords).
Setelah populasi manusia bertambah banyak dan membentuk bangsa yang berbeda-beda, sistem ekonomi berkembang menjadi “merchantilisme”. Perdagangan antar bangsa mulai digalakkan dan mulai timbul kebutuhan alat tukar dan media untuk menyimpan kekayaan. Emas dan perak sebagai logam mulia menjadi alat tukar perdangan sekaligus alat untuk menyimpan kekayaan yang disukai. Semakin banyak emas dan perak yang dimiliki, semakin kaya seseorang atau suatu bangsa. Era ini terjadi mulai abad 15 dimana bangsa-bangsa Eropa mulai mencari wilayah baru untuk dijadikan koloni guna mendapatkan komoditi perdagangan, emas dan perak. Maka era kolonialisai (penjajahan) dimulai. Ideologi merchantilisme menekankan pada pentingnya menguasai komoditas perdagangan, menjual ke bangsa-bangsa lain (ekspor) dan membatasi impor. Dengan demikian, untuk mencapai kemajuan ekonomi bangsa (kerajaan), harus terus menerus menjaga surplus perdagangan. Jika suatu bangsa (kerajaan) melakukan ekspor ke bangsa (kerajaan) lain dengan nilai 100 dan impor hanya 50, maka selisihnya harus dibayar dengan logam mulia (emas atau perak). Semakin banyak surplus perdagangan, semakain banyak cadangan emas (perak) yang dimiliki, semakin kaya bangsa (kerajaan) tersebut sehingga bisa membiayai perang untuk memperluas wilayahnya. Pada era merchantilisme ini, pemilik kekuasaan (power) sesungguhnya ada ditangan para pedagang (Merchant).
Pada abad 17, terjadi revolusi industri di Inggris (setelah ditemukan mesin uap dan mesin Telegraph). Banyak pabrik dibangun untuk memproduksi barang-barang sehingga Kerjaan Inggris mengalami kemajuan ekonomi yang sangat pesat. Sistem ekonomi yang berkembang disebut Kapitalisme. Pada sistem ekonomi ini, pemilik kapital (sarana produksi: pabrik dan mesin-mesinnya) adalah pemegang kekuasaan ekonomi. Para Pekerja (buruh) menjual tenaganya kepada pemilik modal (Kapitalis) dengan imbalan upah ala kadarnya untuk bertahan hidup. Buku yang ditulis oleh Adam Smith pada tahun 1776 (An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations) menjelaskan dengan baik bagaimana cara kerja sistem ekonomi kapitalisme. Menurut Smith, suatu bangsa akan makmur apabila melakukan pembagian tugas (division labour), maksudnya bangsa yang jago membuat baju, buatlah baju yang banyak dan harganya bersaing untuk dijual kepada bangsa lain yang tidak bisa membuat baju (karena tidak punya teknologinya atau tidak punya bahan bakunya). Dengan adanya spesialisasi ini, maka kemakmuran bangsa akan bisa diwujudkan. Konsep kapitalisme berikutnya adalah Pemerintah/Negara/Kerajaan tidak boleh mencampuri urusan perdagangan. Biarkan pasar mengatur dirinya sendiri melalui mekanisme harga yangg terbentuk karena interaksi antara permintaan dan penawaran (Supply & Demand). Adam Smith menyebut kekuatan yang mengatur pasar dengan istilah “invisible hand”. Konsep kapitalisme berikutnya adalah adanya persaingan bebas antar pelaku ekonomi akan menjamin efisiensi. Pelaku usaha yang tidak efisien biarkan mati digantikan oleh yang lebih efisien. Pemerintah/Negara tidak boleh melindungi atau memberikan subsidi kepada pelaku usaha yang tidak efisien.
Pada tahun 1818, di Kerajaan Prusia (sekarang wilayah Jerman) lahir seorang pemikir (filosof sosial) bernama Karl Max. Semasa hidupnya Karl Max menyukai filsafat ekonomi dan Politik. Dia menulis 2 judul buku yang terkenal dengan judul “Das Kapital” dan bersama-sama dengan Friedrich Engels (anak seorang kapitalis pemilik pabrik tekstil di Jerman) menulis buku dengan judul Manisfesto Communist. Ketika Friedrich Engels dikirim oleh orang tuanya untuk memimpin pabrik tekstil di Inggris, dia melihat ketimpangan sosial yang dalam antara buruh pabrik yang miskin dengan pemilik pabrik yang kaya raya. Bersama-sama dengan Karl Max yang waktu itu mengungsi/menetap di London (Inggris) karena perbedaan pandangan politiknya dengan kerajaan Prusia, menulis buku yang pada intinya mengkritisi sistem ekonomi kapitalisme yang tidak berkeadilan sosial. Menurut Karl Max, sistem kapitalisme telah melahirkan 2 kelas (golongan) masyarakat yaitu kelas buruh (Proletar) yang pada umumnya miskin dan kelas majikan (Borjouis) yang kaya raya. Karena itu, Karl Max menawarkan sistem ekonomi yang lebih adil yang disebut “socialisme” dimana pada sistem yang baru ini, sarana produksi (pabrik dan mesin-mesinnya) seharusnya tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang (kelompok Borjouis) namun harus dikusai secara bersama-sama (communal) oleh kaum buruh (Proletar). Diharapkan dengan menerapkan sistem sosialisme ini, tidak ada lagi ketimpangan dalam penguasaan kekayaan. Menurut Karl Max, ada 2 jenis krisis didunia ini. Pertama krisis karekurangan sumber daya ekonomi sehingga menimbulkan bencana kelaparan dimana-mana dan jenis krisis yang kedua adalah karena kelebihan surplus ekonomi yang tidak bisa dinikmati banyak orang (karena hanya dimiliki oleh kelompok kapitalis). Dia memprediksi, suatu saat nanti akan ada revolusi dimana kelas proletar akan menguasai sarana produksi (means of production) untuk mencapai tatanan sosial yang lebih adil.
Bangsa yang mengawali mempraktekkan sistem ekonomi sosialis adalah bangsa Rusia yng dipimpin oleh Lenin (lahir 1870) dan dilanjutkan oleh Stalin (lahir 1878). Dalam proses revolusi ini, puluhan juta rakyat Rusia menjadi korban (mati terbunuh atas nama revolusi sosial). Untuk menerapkan sistem eknomi sosialis sesuai dengan ideologi yang diimpikan Karl Max, kaum proletar (buruh/pekerja) membentuk Partai Komunis untuk meraih kekuasaan negara terlebih dulu, setelah itu baru bisa mengambil alih semua sarana produksi untuk dikelola secara bersama-sama (atas nama negara) agar hasilnya bisa didistribusikan secara adil kepada warga negaranya. Selain Rusia, bangsa-bangsa lain yang mempraktekan sistem ekonomi ini (tentu dengan modifikasi sesuai kondisi sosial masyarakatnya) adalah China Daratan, Korea Utara, dan Kuba. Kamboja pada saat dipimpin oleh Jendral Pol Pot mencoba menerapkan sistem ekonomi ini dengan korban 3 juta rakyat Kamboja terbunuh. Bangsa Rusia sendiri (yang dulu dikenal dengan Uni Soviet) telah mengalami disintegrasi politik sejak tahun 1990 menjadi banyak negara-negara ex-Uni Soviet dan sebagian besar telah mengadopsi sistem kapitalisme atau perkawinan kapitalisme dengan sosialisme. Pertanyaan yang mungkin perlu digali, mengapa sistem sosialisme seperti yang impikan Karl Max (kemakmuran yang lebih merata dan tidak ada eksploitasi buruh oleh pemilik kapital) gagal membawa rakyat pada kemakmuran yang dicita-citakan? Apakah sistem ekonomi yang tidak mengakui kepemilikan sarana produksi oleh individu terlalu utopis?
Revolusi industri sudah kita lalui dan melahirkan sistem ekonomi kapitalisme yang disatu sisi bisa membawa kemajuan ekonomi suatu bangsa, di sisi lain tetap menyisahkan jurang ketimpangan yang belum ada solusinya. Sekarang kita memasuki abad informasi setelah ditemukan teknologi informasi (internet). Apakah penguasaan sarana produksi seperti yang diajarkan oleh kapitalisme tetap menjadi kunci untuk meraih kekayaan? Tampaknya sistem kapitalisme baru (neo-capitalism) telah mengalami evolusi dengan menempatkan penguasaan informasi (data) menjadi sarana baru untuk menguasai kekayaan. Maka lahirlah milyuner baru seperti Jack Ma (Ali Baba), Jeff Besos (Amazon), Nadiem Makariem (Go-Jek), dll. Mereka-meraka ini tidak memiliki pabrik untuk memproduksi barang, namun menjadi milyuner dengan menguasai teknologi informasi yang dibutuhkan dalam dunia bisnis. Globalisasi ekonomi (ditandai dengan kebebasan arus barang, jasa, dan uang antar negara) merupakan evolusi dari sistem “merchantilism” lama. Sistem neo-merchantilism disebut juga neo-liberalism, mendapatkan momentum perkembangannya karena dimudahkan oleh teknologi informasi. Ciri sistem ekonomi neo-merchantilism adalah mulai dihilangkannya hambatan perdagangan antara negara (baik hambatan tarif maupun non-tarif).
Demikianlah kurang lebihnya ringkasan evolusi sistem ekonomi yang pernah ada di dunia tempat kita hidup saat ini. Jadi jangan terlalu “sensitif” dengan tulisan yang membahas sistem ekonomi komunis (sosialis) karena tidak ada hubungannya dengan agama (religion) atau keyakinan spiritual yang anda yakini kebenarannya. Komunisme hanyalah sistem ekonomi-politik yang ingin mencapai kemakmuran secara bersama-sama (bareng-bareng) sehingga bisa menghindari ketimpangan sosial. Bahwa ada penganut komunisme yang tidak percaya dengan Tuhan (Atheis) tidak berarti penganut komunisme mengajak anda untuk Atheis. Di kalangan penganut Kapitalisme (disebut juga kaum liberal, masyarakat yang menjunjung tinggi kebebasan individu) juga banyak yang Atheis (tidak percaya adanya Tuhan). Mereka percaya bahwa alam semesta terbentuk jutaan tahun yang lalu karena adanya ledakan gas yang hebat (disebut Big Bang) dan melahirkan planet-planet yang ada di jagat raya. Sedangkan makhluk penghuni jagad raya adalah hasil evolusi jutaan tahun yang lalu (itulah pandangan kaum Atheis).
Demikian tulisan ringkas ini, semoga bisa membuka wawasan kita tentang sistem ekonomi dunia. Dengan menambah wawasan pengetahuan, maka diharapkan kita bisa mendapatkan manfaat.