Emotional Stress terjadi ketika pikiran manusia mempersepsikan adanya ketakutan (fear) suatu marabahaya, yang mengancam keselamatan jiwanya. Persepsi yang dibuat oleh pikiran, menyebabkan tubuh merespon dengan memproduksi zat kimia tertentu yang disebut hormon stress (kortisol). Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar adrenalin yang terletak di bagian ujung atas organ ginjal. Hormon dalam kimia tubuh berfungsi sebagai sarana komunikasi dengan organ-organ lain untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Ketika hormon kortisol diproduksi dan disebarkan melalui aliran darah, maka pesan yang ditangkap oleh organ tubuh lain adalah, sedang ada marabahaya yang mengancam keselamatam jiwa, ayo kita lari atau melawan (flight or fight). Naluri untuk lari atau melawan adalah mekanisme dasar untuk bertahan hidup (survival) dalam melindungi diri terhadap ancaman bahaya dari luar.
Tubuh manusia juga memiliki mekanisme perlindungan internal atau pasukan tempur yaitu “immune system”. Ketika tubuh kemasukan benda-benda asing (seperti virus, bakteri, jamur, dll), tentara tubuh yang akan mengamankan. Sistem kekebalan tubuh internal ini membutuhkan energi (nutrisi) untuk berfungsi dengan baik. Energi (bahan bakar) tubuh yang didistribusikan melalaui alat angkut berupa sel-sel darah merah akan dikonsentrasikan pada organ tubuh yang berfungsi untuk “melawan atau lari” dalam hal ini bagian tangan dan kaki. Akibatnya terjadi pengalihan sumber energi besar-besaran (redirect) dari organ viscera (organ yang ada di rongga perut dan rongga dada) ke bagian kaki dan tangan untuk bersiap-siap melarikan diri atau melawan.
Dalam kondisi tanpa ada marabahaya, sumber energi yang ada dalam tubuh digunakan untuk memelihara fungsi-fungsi seluruh organ tubuh, untuk penggantian sel-sel rusak, untuk memproduksi hormon dan enzim, untuk menjaga sistem kekebalan tubuh (pasukan keamanan tubuh), dan lain-lain. Ketika ada sinyal marabahaya yang dikirim oleh hormon kortisol, tubuh mengalihkan konsentrasi (redirect) sumber energi dari organ viscera ke tangan dan kaki untuk “flight or fight” . Ketika marabahaya itu datangnya dari kejaran binatang buas, kondisi stress berlangsung hanya dalam hitungan menit, setelah itu akan kembali normal. Namun dalam masyarakat modern saat ini, kondisi stress emosional bisa berlangsung berhari-hari atau bahkan berbulan-bulan.
Apa dampak negatif pada tubuh ketika pengalihan konsentrasi sumber energi berlangsung dalam jangka panjang? Energi yang semula digunakan untuk menunjang proses “cell replacement” akan berkurang, akibatnya tubuh akan cepat menjadi menua (wajah kita akan tampak kusut), apabila stress berlangsung cukup lama. Energi yang semula digunakan untuk kerja pasukan tentara internal (immune system) dalam memerangi virus dan bakteri yang setiap hari masuk ke tubuh melalui makanan, minuman dan udara yang kita hirup, teralihkan untuk kesiagaan mekanisme “flight or fight”, akibatnya tubuh kita menjadi rentan oleh infeksi bakteri dan virus. Tubuh kita mudah sakit, mudah alergi terhadap zat-zat yang semula tidak ada pengaruh apa-apa ke tubuh. Sistem pencernaan akan kacau ketika hormon dan enzim pencernaan tidak diproduksi dalam jumlah yang memadai, akibatnya nafsu makan akan hilang dan kebutuhan nutrisi tubuh tidak terpenuhi, maka tubuh akan semakin rentan terhadap infeksi dan alergan.
Kekuatan persepsi pikiran, mempengaruhi komposisi kimiawi yang ada dalam darah. Kekuatan persepsi pikiran merupakan epigenetic yang bisa mempengarui DNA dalam merespon stimulus dari lingkungan. Karena itu, kita harus selalu menjaga persepsi pikiran agar selalu positif dan tidak terus-menerus siaga mengatasi bahaya yang sebenarnya tidak ada. Sebagai pesan penutup, ubahlah persepsi pikiran anda maka hidup anda juga akan berubah (CHANGE YOUR MIND, IT WILL CHANGE YOUR LIFE).