Kebiasaan melakukan aktivitas perencanaan (planning) dan aktivitas persiapan ( preparation) adalah sangat penting dalam perjalanan hidup manusia.
Menurut Stephen R. Covey dalam bukunya “Seven Habit of Highly Effective People”, tertuang dalam kebiasaan nomor 2: Untuk menjadi manusia yang efektif (sukses), kita harus memiliki tujuan akhir dalam pikiran (begin with the end in mind). Artinya untuk meraih sukses dalam hidup, seseorang harus selalu punya tujuan dalam pikirannya sepanjang siklus hidupnya.
Sebagai ilutrasi untuk memahami makna dari kebiasaan memiliki tujuan dalam pikiran (begin with the end in mind), saya mulai dari siklus kelahiran manusia. Ketika seorang masih dalam fase balita dan anak-anak, maka belum memiliki kemampuan merencanakan tujuan hidupnya, maka orang tuanya lah yang membuatkan rencana bagi anaknya. Orang tua merencanakan untuk menyekolahkan anak balitanya di sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau dulu disebut Sekolah Taman Kanak-Kanak. Setelah lulus pendidikan PAUD (usia 6 tahun), maka dilanjutkan ke pendidikan Sekolah Dasar (SD). Setelah lulus Sekolah Dasar, seorang anak belum cukup dewasa untuk membuat perencanaan kelanjutan pendidikannya, maka peran orang tua masih dominan dalam membuatkan perencanaan. Orang tua akan memilih pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang terbaik yang dekat dengan tempat tinggalnya.
Lulus SMP, anak sudah menginjak usia remaja dan sudah mulai menunjukkan minat dan bakatnya. Peranan orang tua sudah mulai berkurang dan orang tua akan mengikuti minat dan bakat si anak, apakah akan melanjutkan ke pendidikan sekolah menengah umum atau kejuruan (vokasi). Setelah menetapkan pilihan jenis pendidikan menengah yang akan ditempuh, maka dibutuhkan persiapan (preparation) untuk mencapai tujuan tersebut. Kalau kita perhatikan bahwa setiap jenjang pendidikan atau fase kehidupan, maka kita harus selalu memiliki tujuan (the end) dan melakukan persiapan (preparation) yang matang agar tujuan tersebut dapat dicapai. Planning adalah suatu proses mental merumuskan tujuan (the end) agar hidup kita punya arah yang jelas dan tidak mengalir bagaikan air atau
tidak melayang-layang di udara bagaikan layang-layang putus yang diterbangkan oleh angin. Sedangkan persiapan (preparation) adalah segala daya upaya (effort) yang harus kita kerahkan agar tujuan tersebut bisa kita capai.
Selama menjalani pendidikan tingkat menengah, maka kembali harus dimulai persiapan (preparation) untuk bisa meraih jenjang pendidikan tinggi atau memasuki lapangan kerja. Persiapan disini dapat berupa rajin belajar, ikut tambahan pelajaran diluar sekolah (ambil les tambahan). Proses perencanaan (planning) harus dilakukan lagi yaitu menentukan tujuan yang ingin dicapai (lanjut sekolah atau bekerja). Asumsikan lanjut ke pendidikan tinggi, maka seorang anak harus sudah mempunyai tujuan, keahlian apa yang ingin diasah sesuai minat dan bakatnya. Mengapa harus menetapkan jenis keahlian? Karena proses ini akan menentukan jurusan sekolah (program studi), yang harus diambil di level pendidikan tinggi. Jika seseorang kuliah asal diterima saja di suatu program studi dan mengabaikan minat dan bakatnya, maka kelak ketika memasuki dunia kerja, banyak yang akan mengambil pekerjaan apa saja, meskipun tidak sesuai dengan latar belakang jurusan pendidikannya. Proses kuliah yang diharapkan menguasai keahlian tertentu yang kelak akan menjadi bekal hidup mencari pekerjaan, menjadi mubazir (sia-sia), karena waktu, tenaga dan pikiran yang dihabiskan untuk mengasah skill tertentu di perguruan tinggi, tidak teraplikasikan ketika memasuki dunia kerja. Inilah kasus yang banyak dialami pekerja di Indonesia. Akibatnya, ketika memasuki dunia industri, harus dilakukan pelatihan ulang karena keahlian yang dibutuhkan oleh dunia industri, tidak dimiliki oleh calon pekerja yang direkrut. Selalu ingat bahwa ketiadaan uang adalah indikator ketiadaan skill.
Setelah kita menamatkan kuliah dan bekerja dengan menerima penghasilan yang layak, apakah proses perencanaan (planning) dan persiapan (preparation) sudah selesai? Ternyata belum. Seorang karyawan/karyawati, masih dituntut untuk membuat rencana masa depan karirnya selama masa aktif bekerja. Dalam 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun masa kerja, apa target karir yang ingin dicapai? Untuk bisa merealisasikan target karir tersebut, apa persiapan (praparation) yang harus dilakukan? Ketrampilan apa lagi yang harus dikuasai ? Apakah ketrampilan teknisnya harus ditingkatkan melalui kursus atau pendidikan lanjutan? atau ketrampilan manajerialnya harus ditingkatkan untuk meraih posisi manajemen (pimpinan) di perusahaan? Dalam dunia kerja, dikenal tangga karir yang harus dinaiki agar seorang karyawan tidak terpaku (stuck) di satu jenjang karir tertentu yang membosankan. Seringkali seorang karyawan harus pindah bidang pekerjaan atau bahkan pindah perusahaan untuk bisa naik ke tangga karir berikutnya. Pindah perusahaan dalam rangka naik ke tangga karir lebih tinggi, sangat lazim dilakukan karyawan swsta, namun tidak lazim di perusahaan plat merah.
Perencanaan dan persiapan apalagi yang harus dilakukan setelah seseorang mamsuki dunia kerja? Ternyata dalam perjalanan karirnya, seorang karyawan akan dihadapkan pada 2 pilihan yaitu, akan terus bekerja sampai usia pensiun atau merubah haluan menjadi wirausaha (enterpreuner) pada usia tertentu. Kedua jenis tujuan tadi membutuhkan persiapan yang berbeda agar berjalan dengan baik. Jika tujuan yang ingin dicapai adalah tetap menjadi karyawan sampai memasuki usia pensiun, maka harus mulai menyisihkan pendapatannya untuk bisa dinikmati ketika sudah memasuki usia pensiun. Mengapa ? Karena kalau sudah memasuki usia pensiun, kita tidak bisa lagi mendapatkan penghasilan dari menjual tenaga, waktu dan pikiran. Sedangkan jika tujuan yang akan dicapai adalah menjadi wirausaha pada usia tertentu, setelah mengakumulasi modal dan pengalaman, maka persiapan untuk merealisasikan tujuan tersebut juga harus dilakukan dengan baik. Apapun pilihan hidup seseorang, tidak ada yang salah atau benar. Pilihan ini hanyalah soal filosofi hidup seseorang. Ada orang yang tidak suka terus menerus bekerja diperintah (disuruh) oleh atasan, maka dia lebih cocok menjadi wirausaha. Sedangkan seseorang yang tidak menyukai ketidakpastian atau tidak suka resiko, lebih baik menjadi karyawan sampai pensiun, namun jangan lupa membuat persiapan yang baik untuk masa pensiun. Sementara bagi yang memilih jalur wirausaha, tidak mengenal istilah pensiun karena dia tidak punya payroll dan menerima penghasilan langsung dari pelanggan (custoner).
Tahap berikutnya, setelah memasuki usia pensiun, apakah masih harus membuat perencanaan dan persiapan? Yes, betul sekali. Sekarang saatnya seseorang membuat perencaan tahap kehidupan setelah kematian (life after death). Tentu tujuan hidup (the end) setiap orang adalah ingin masuk surga. Namun apa yang harus dipersiapkan untuk bisa merealisaikan tujuan “life after death” tadi? Kembali kepada apa yang diajarkan oleh agama masing-masing. Saya tidak akan mengajarkan karena anda pasti lebih tahu. Demikianlah artikel singkat tentang pentingnya membuat perencanaan (planning) dan persiapan (preparation) sepanjang siklus hidup manusia. Tanpa perencanaan dan persiapan yang baik, kita akan menjadi pecundang (The Losers) dan mengarungi kehidupan seperti air mengalir atau seperti layang-layang di udara yang putus talinya.