Sistem Ekonomi Pasar

Apa sih yang dimaksud dengan “Sistem Ekonomi Pasar”?
Sistem ekonomi pasar adalah istilah lain untuk menyebut “ekonomi kapitalis”. Ciri sistem ekonomi pasar adalah memakai kekuatan pasar atau hukum “penawaran & permintaan” sebagai sarana atau mekanisme mengalokasikan sumber daya ekonomi. Dengan kata lain, intervensi Pemerintah diusahakan seminimal mungkin atau tidak ada intervensi sama sekali. Ini berarti apabila persediaan barang/jasa berlimpah, harga akan turun. Jika permintaan lebih besar dari ketersediaan barang/jasa, maka harga akan naik. Pemerintah tidak boleh menetapkan harga seperti pada kasus harga BBM yang dijual oleh POM Bensin. Harga BBM di Indonesia tidak mengikuti sistem ekonomi pasar, tetapi “administrative price” yaitu harga yang diatur (ditetapkan) oleh Pemerintah.

Mengapa sistem ekonomi pasar lebih bisa mendatangkan kemakmuran dibandingkan dengan sistem ekonomi yang lain? Jawabnya “efisiensi”.
Sistem ekonomi pasar jauh lebih efisien dibandingkan dengan sistem yang lain. Dalam sistem ekonomi pasar, para pelaku pasar (produsen dan konsumen) akan selalu mencari barang/jasa yang memberikan nilai ekonomi terbaik (worthed for money). Sebagai konsumen, anda pasti tidak mau membeli barang/jasa dengan harga mahal namun kualitasnya buruk. Sehingga produsen selalu dituntut oleh pasar (konsumen) untuk menghasilkan barang/jasa dengan kualitas terbaik dan harga terjangkau. Dalam jangka panjang, para produsen akan terus berinovasi untuk menghasilkan barang/jasa yang lebih baik dan lebih terjangkau. Maka lama-lama ekonomi masyarakat akan terdongkrak makin makmur karena ketersediaan barang/jasa berkualitas dengan harga terjangkau.

Lalu apa yang dimaksud “pasar” dalam sistem ekonomi pasar? Secara definisi, “pasar” adalah tempat bertemunya “penjual & pembeli” untuk melakukan transaksi jual beli. Tempat bertransaksi bisa berupa tempat fisik seperti kios-kios di pasar tradisional, Pusat Perbelanjaan Modern (Mall), komplek ruko-ruko atau toko di dekat rumah anda. Namun dengan perkembangan teknologi, tempat bertransaksi bertambah yaitu “virtual market” seperti Tokopedia, Lazada, Blibli, Buka Lapak, Sophie, dll. Pada “virtual market”, antara penjual dan pembeli dipertemukan di “platform digital” yang berupa Smartphone atau Laptop Computer. Mereka tidak bertatap muka dan tawar menawar langsung. Tetapi konsumen tinggal “scrolling” barang/jasa yang ingin dibeli dan tinggal membandingkan antara penjual yang satu dengan penjual yang lain. Harga menjadi sangat transparan (mudah dibandingkan). Jika ada penjual yang curang (tidak jujur), pembeli bisa memberikan penilaian (comment) sehingga bisa dibaca oleh calon pembeli lain. Jika banyak orang yang memberikan penilaian negatif, maka penjual tersebut akan sulit mendapatkan pembeli baru.

Apa saja yang bisa dijual di “virtual market” ? Jawabnya sama dengan di “physical market” yaitu:
a. Barang dan jasa (disebut pasar barang & jasa, contohnya Tokopedia, Lazada, Sophie, Buka Lapak, Gojek, Grab, dll)
b. Lowongan pekerjaan (disebut pasar tenaga kerja, contohnya Jobstreet, JobsDB, Loker, dll)
c. Produk Keuangan (disebut pasar keuangan, contohnya pasar modal, pasar forex, bank, leasing, dll)
d. Barang/Jasa illegal (disebut pasar gelap, contohnya narkoba, prostitusi, perjudian, dll)

Bisa dibayangkan betapa banyaknya perdagangan yang harus dikendalikan oleh Pemerintah jika tidak memakai sistem ekonomi pasar. Harga bawang putih, harga cabe merah, harga beras, harga ikan asin, harga celana, harga sepatu, harga jasa potong rambut, dan lain-lain harus ditetapkan oleh Pemerintah. Untung hanya harga BBM dan Tarif Listrik saja yang ditetapkan oleh Pemerintah. Betapa tidak efisiennya sistem ekonomi seperti itu kalau diterapkan pada semua barang/jasa. Makanya ahli ekonomi (Adam Smith dari Inggris) menganjurkan agar Pemerintah tidak mengatur harga dan menyerahkan pada hukum “penawaran & permintaan” (invisible hand) untuk menentukan harga di pasar.

Saya akan khusus membahas cara pasar menentukan harga saham. Saham adalah bukti kepemilikan atas perusahaan publik yang dijual di pasar (Bursa Efek). Ketika pendiri perusahaan ingin menjual sahamnya (kepemilikannya) kepada masyarakat luas di pasar saham, maka akan dilakukan penilaian yang cermat oleh berbagai lembaga resmi seperti kantor akuntan publik, kantor biro hukum, perusahaan penilai asset, perusahaan sekuritas sebagai pihak yang akan menawarkan sahamnya ke masyarakat dan terakhir harus mendapatkan persetujuan dari Lembaga Pemerintah namanya OJK (Otoritas Jasa Keungan). Setelah lolos dari segala kerumitan birokrasi, maka sahamnya baru boleh ditawarkan kepada masyarakat dengan pecahan harga tertentu. Siapa yang menentukan pecahan harga saham? Perusahaan Sekuritas sebagai penjamin penerbitan saham setelah dilakukan penilaian yang cermat. Jika harganya dinilai oleh pasar kemahalan, tidak ada orang yang mau membeli sahamnya. Proses penjualan saham perdana kepada masyarakat disebut “Initial Public Offering” (IPO). Setelah semua saham yang ditawarkan berhasil terjual, maka saham akan diperdagangkan di pasar sekunder, dimana para pemegang saham yang membeli di pasar perdana sudah bisa menjualnya kembali kepada investor baru yang tidak sempat membeli di pasar perdana.

Bagaimana harga saham pada pasar sekunder terbentuk? Sesuai hukum “permintaan & penawaran”, jika permintaan oleh masyarakat lebih besar dari penawaran oleh pemegang saham lama yang ingin menjual kepemilikannya, maka harga saham di bursa akan naik (tidak peduli, penjualan hasil pabriknya sedang meningkat atau tidak, karena pasar saham dengan pasar riil adalah dua pasar yang berbeda). Kenapa harga saham di pasar selalu berfluktuasi (sering naik dan turun)? Karena diantara para pelaku pasar, mereka memiliki persepsi yang berbeda tentang keadaan ekonomi di masa mendatang. Selalu ada orang yang “optimis” ingin membeli dan selalu ada orang yang “pesimis” ingin menjual. Jika lebih banyak orang yang “optimis” maka harga saham akan naik. Namun sebaliknya jika banyak orang yang “pesimis” maka harga saham akan turun.

Lalu apa saja faktor yang menyebabkan pelaku pasar optimis dan pesimis menyikapi kedaan ekonomi? Jawabnya sangat banyak dan tidak bisa disebutkan semuanya. Saya hanya memberikan beberapa contoh saja.
1. Ketika virus corona mulai menjadi wabah, maka para pelaku pasar menjadi “pesimis” terhadap kondisi ekonomi dan mayoritas pelaku pasar akan menjual sahamnya secepat mungkin. Harga saham akan terjun bebas.
2. Ketika terjadi demonstrasi yang bisa menyebabkan kerusuhan sosial, maka para pelaku pasar menjadi “pesimis” terhadap kondisi ekonomi dan mayoritas pelaku pasar akan menjual sahamnya secepat mungkin. Harga saham akan terjun bebas.
3. Ketika dalam periode kampanya PILPRESS dimana ada tanda-tanda kandidat yang akan menang adalah “pro bisnis”, maka para pelaku pasar menjadi “optimis” terhadap kondisi ekonomi dan mayoritas pelaku pasar akan membeli saham secepat mungkin. Harga saham akan naik.
4. Ketika Perusahaan meluncurkan produk baru dan dianggap akan laris manis di pasar, maka para pelaku pasar menjadi “optimis” terhadap laba yang akan diperoleh perusahaan dan mayoritas pelaku pasar akan membeli saham secepat mungkin. Harga saham akan naik.
5. Masih banyak contoh-contoh peristiwa ekonomi, politik, sosial, teknologi yang akan mempengaruhi pergerakan harga saham.

Berinvestasi di pasar saham adalah sangat dinamis sehingga pelaku pasar harus terus mencermati kedaan pasar. Saya sudah bahas dalam artikel terpisah perbedaan antara “investor” dan “trader” dalam pasar saham. Silahkan klik link berikut https://kantorvirtual.co.id/trading-vs-investing-di-pasar-saham/

Better Knowledge, Better Life

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.