Tingkatan Sukses Dalam Hidup

Orang yang berbeda memiliki definisi yang berbeda tentang sukses. Ada orang yang merasa sukses setelah berhasil memiliki rumah sendiri (tidak ngontrak). Orang lain baru merasa sukses jika sudah memiliki rumah, mobil dan bisa liburan keluar negri. Namun ada juga orang yang belum merasa sukses meskipun sudah memiliki 2 mobil, 2 rumah, 2 sepeda motor. Itulah keunikan manusia. Orang yang berbeda, menetapkan standar sukses yang berbeda, tergantung latar belakang pendidikan, kelas sosial ekonomi, tempat tinggal, dan banyak faktor lainnya.

Menurut Stephen R. Covey dalam bukunya “Seven Habit of Highly Effective People”, sukses bukanlah tujuan, namun perjalanan (success is not a destination, but a journey) . Mencapai kesuksesan dalam hidup ibarat menaiki tangga ekonomi (economic ladder) guna mencapai ketinggian tertentu. Kita harus mulai dari anak tangga pertama, lalu dilanjutkan dengan anak tangga berikutnya, begitu seterusnya. Karena itu agak sulit mendefinisikan sukses karena pengertian sukses berbeda bagi orang yang berbeda. Namun secara umum, sukses dapat diberi peringkat. Jika tingkatan sukses diberi skala seperti thermometer untuk mengukur suhu, terdapat 3 tingkatan sukses.

Sukses tingkat pertama bersifat materi. Setiap orang pasti ingin punya rumah yang bagus dan luas, punya kendaraan yang nyaman, kalau bisa model atau keluaran terbaru, punya tabungan yang cukup untuk biaya sekolah anak-anak, rekreasi keluarga, dan cadangan untuk hari pensiun. Namun sayang, hanya sedikit orang yang bisa mewujudkan impian tersebut. Mayoritas orang masih bergelut untuk mencicil pinjaman atas barang konsumtif. Hanya sedikit orang yang benar-benar terbebas dari pinjaman rumah atau kendaraan, dan punya tabungan yang cukup di bank. Mayoritas orang masih sangat bergantung pada gaji atau upah bulanan yang pas-pasan dan sedang berjuang untuk mencari penghasilan tambahan agar bisa punya tabungan atau terbebas dari pinjaman konsumtif (cicilan kendaraan, kartu kredit).

Sukses tingkat kedua tercapai apabila seseorang sudah memiliki semua yang ada pada sukses tingkat pertama, dan mulai berfikir untuk membantu orang lain agar bisa meraih sukses tingkat pertama. Orang yang mencapai sukses tingkat kedua, berarti semua kebutuhan dasarnya sudah terpenuhi dan mulai menginginkan kebebasan atau waktu luang lebih banyak, baik untuk dirinya sendiri, untuk keluarganya, maupun untuk membantu sesamanya melalui program pendidikan, keagamaan, dan kegiatan sosial politik. Orang yang sudah mencapai sukses tingkat kedua, kebutuhan materinya sudah terpenuhi dan mulai berusaha memenuhi kebutuhan yang bersifat sosial dan spiritual. Orang pada level ini, ingin lebih banyak beramal dan beribadah untuk memenuhi kebutuhan sosial dan spiritualnya. Beramal dan beribadah bukan untuk tujuan politik/kekuasaan (seperti menjadi anggota DPRD atau Bupati/Walikota, dll), namun orientasinya spiritual. Banyak di masyarakat kita, orang yang merasa kebutuhan materi terpenuhi, lalu terjun ke politik untuk merebut jabatan/kekuasaan politik. Ada juga yang mencampur aduk antara dimensi spiritual dengan politik.

Tingkat sukses yang ketiga merupakan tingkat tertinggi dan bersifat aktualisasi diri. Orang yang sudah mencapai level ini akan berusaha untuk memanfaatkan meteri dan ilmu yang dimiliki, untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan ingin namanya selalu dikenang oleh masyarakat sepanjang masa. Orang ini akan membangun perpustakaan umum, tempat ibadah, gedung sekolah, rumah sakit, yayasan sosial dan lain-lain yang diberi nama dirinya. Orang ini menginginkan jasanya atau nama baiknya dikenang oleh masyarakat sepanjang masa. Inilah puncak tertinggi dari suatu kesuksesan di dunia yang ingin dicapai manusia.

Sederhanya, jika ingin menjadi pribadi yang sukses lahir maupun batin, dunia dan akhirat, maka terdapat 7 dimensi kehidupan yang harus diberi perhatian secara seimbang. Dimensi tersebut adalah:
1. Dimensi Spiritual
Hubungan dengan sang pencipta. Manusia adalah makhluk spiritual yang menempati jasad. Tubuh kita hanyalah rumah dari ruh yang merupakan jati diri manusia yang sesungguhnya. Karena itu, manusia wajib menjalankan semua perintah sang Pencipta dan menghindari semua larangan-NYA. Jika dimensi spiritual terabaikan, maka ada kekosongan dalam jiwa seseorang dan inilah salah satu penyebab masalah kesehatan jiwa yang dialami masyarakat di metropolitan. Karena kesibukan pekerjaan, banyak masyarakat yang tinggal di kota metropolitan mengabaikan dimensi spiritual.

2. Dimensi Finansial
Manusia membutuhkan uang untuk membiayai kegiatan hidupnya sehari-hari. Jika dimensi finansialnya terabaikan, maka dimensi yang lain akan terganggu. Misalnya, jika sakit tidak bisa berobat (merusak dimensi kesehatan), punya anak tidak bisa menyekolahkan (dimensi intelektual), stress atau marah karena beban biaya hidup yang terus meningkat (merusak dimensi emosi), dan lain-lain. Para pengusaha yang sukses adalah contoh orang yang sangat menonjol dimensi finansialnya.

3. Dimensi Sosial
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup sendirian. Manusia saling membutuhkan satu sama lain. Kita tidak mungkin menanam padi sendiri, memelihara ayam sendiri, membuat baju sendiri, memotong rambut sendiri, mengobati diri sendiri jika sakit, membuat mobil sendiri. Karena ketergantungan manusia satu dengan yang lain sangat tinggi, maka kebutuhan untuk bersosialisai tidak bisa diabaikan begitu saja. Beramal baik dengan harta maupun dengan ilmu, menolong orang yang kurang mampu, memberi sumbangan pada yayasan sosial, dapat menjadi sarana memperbaiki dimensi sosial.

4. Demensi Fisik/Kesehatan
Karena manusia makhluk spiritual yang menempati jasad/tubuh, kesehatan fisik juga harus dijaga sebaik mungkin agar tidak mengganggu dimensi yang lain. Jika tubuh kita tidak sehat, maka sulit untuk memenuhi dimensi finansial (mencari uang), dimensi intelektual (menimba ilmu), dimensi spiritual (beribadah). Bagaimanapun tingginya atau baiknya dimensi spiritual, finansial, intelektual seseorang, namun jika kesehatan fisiknya buruk, maka hidupnya tidak sempurna. Para olahragawan (atletik) adalah contoh manusia yang sangat menonjol dimensi fisiknya. Untuk menjaga dimensi fisik sebenarnya tidak sulit, cukup rutin melakukan olah raga minimal 150 menit per seminggu.

5. Dimensi Intelektual
Manusia memiliki kebutuhan untuk tumbuh secara intelektual, butuh belajar hal-hal baru. Para cendekiawan, para profesor di perguruan tinggi adalah contoh manusia yang sangat menonjol dimensi intelektualnya. Orang yang hanya mementingkan dimensi intelektual, mengabaikan dimensi fisik (kesehatan), dimensi finansial (mencari uang), dimensi estetika (kebersihan dan keindahan) juga tidak seimbang hidupnya. Sebagai contoh, seseorang dengan 3 gelar akademik, namun tidak bisa mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya (dimensi finansial) atau sakit-sakitan (dimensi fisik), tidak punya teman atau pasangan hidup (dimensi sosial), maka meskipun sangat sukses di bidang intelektual, suksesnya tidak ideal.

6. Dimensi Emosional
Manusia harus bisa mengelola emosi atau perasaannya dengan baik. Kecerdasan emosi adalah ketrampilan mengenali emosi yang sedang kita alami atau rasakan dan mengelolanya dengan baik agar menghasilkan hubungan yang sehat dengan orang lain. Manusia mempunyai 4 emosi dasar yaitu marah, sedih, takut dan senang. Jika manusia tidak terampil mengelola empat emosi dasar tadi, maka bisa menimbulkan kekacauan dalam berinteraksi dengan orang lain. Marah yang tidak terkendali akan merusak hubungan sosial seseorang. Kesedihan yang tidak bisa diatasi akan menimbulkan depresi yang mengganggu kesehatan jiwa seseorang. Ketakutan yang tidak wajar (berlebihan) akan menimbulkan fobia (ketakutan yang berlebihan pada sesuatu, misalnya takut gelap, takut sendirian, takut kecoa, dll). Senang pada sesuatu yang berlebihan juga kurang baik karena bisa menimbulkan penyakit psikis yang disebut mania.

7. Dimensi Estetika
Manusia membutuhkan kebersihan dan keindahan. Agama apapun sangat menganjurkan agar umatnya menjaga kebersihan dan keindahan. Para artis adalah contoh manusia yang sangat menonjol dimensi estetikanya. Namun jika para artis ini mengabaikan dimensi yang lain (misalnya spiritual dan emosional) maka tingkat perceraian sangat tinggi, mudah terjerumus pada penyalahgunaan narkoba. Jika mengabaikan dimensi finansial, tidak menabung/investasi untuk hari tua, ketika popularitasnya sudah turun, akan jatuh miskin.

Sepandai apapun seorang profesor (dimensi intelektual), sekaya apapun seorang pengusaha (dimensi finansial), setaat apapun seorang Kyai/Pendeta/Bhiksu pada sang Pencipta (dimensi spiritual), sesehat apapun seorang olaragawan (dimensi fisik), jika mengabaikan dimensi estetika (pakai baju yang buruk, kotor dan bau), rambut dibiarkan panjang tidak disisir rapi, gigi tidak pernah disikat, maka akan tampak aneh bagi orang lain yang melihatnya. Agar kita menjadi manusia yang sukses lahir dan batin, dunia dan akhirat, maka kita harus menjaga agar 7 dimensi kehidupan terpelihara dengan baik dan seimbang. Tidak ada dimensi yang terabaikan demi mengejar atau memprioritaskan dimensi yang lain. Meskipun tidak mudah menjaga keseimbangan dari 7 dimensi kehidupan, namun jika kita punya kemauan, pasti akan ada jalan.

KESIMPULAN

Tidak peduli tingkatan sukses mana yang saat ini sedang anda kejar, ada satu hal yang harus selalu anda ingat, sukses diperoleh melalui keputusan yang tepat, diikuti tindakan nyata (real action). Pada saat anda membuat keputusan itulah nasib anda diarahkan. Sedangkan hasilnya ditentukan oleh kualitas dan kuantitas tindakan anda. salah satu ciri orang yang tidak bisa menaiki tangga sukses adalah mereka yang hobi menyalahkan orang lain, lingkungannya, sekolahnya, pemerintahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.