Tips Bermedia Sosial yang Sehat & Aman

Tidak bisa dipungkiri, manusia adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan dasar untuk bersosialisasi.
Di jaman internet ini, bersosialisasi tidak harus bertemu muka, namun cukup melalui aplikasi ‘SosMed” yang tersedia pada Smartphone. Namun kita harus faham bahwa hidup di masyarakat itu ada etika dan undang-undang yang dibuat untuk melindungi kepentingan bersama. Indonesia secara resmi sudah memiliki Undang-Undang ITE yang mengatur warga dunia maya dalam memanfaatkan teknologi internet secara bertanggung jawab, baik untuk transaksi bisnis maupun hanya untuk sekedar bersosialisasi.

Karena tidak semua orang faham bahwa bermedia sosial itu ada etika dan aturannya, maka banyak yang terpaksa berurusan dengan aparat hukum, akibat dari postingan atau “ocehan” di media sosial yang melanggar undang-undang. Berikut ini saya coba merangkum, apa saja sih yang harus diperhatikan dalam bermain “SosMed”:
1. Sebelum posting atau meneruskan konten ke medsos, pastikan tidak melanggar UU-ITE.
Ranjau yang banyak menjerat netizen adalah menyampaikan berita palsu (istilah asingnya HOAX).
Pasal 27 dan 28 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
yang telah diubah oleh UU No19 Th 2016, mengatur mengenai penyebaran berita bohong di media elektronik (termasuk media sosial):
– Jika melanggar ketentuan Pasal 28 UU ITE ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
– Jika berita bohong bermuatan kesusilaan (pornografi) maka dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (1);
– Jika bermuatan perjudian maka dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (2);
– Jika bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3);
– Jika bermuatan pemerasan dan/atau pengancaman dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (4);
– Jika menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA dipidana berdasarkan Pasal 28 ayat (2);
– Jika bermuatan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana  berdasarkan Pasal 29.

Hati-hati ya Guys, karena ancaman hukumannya lebih dari 5 tahun, maka Polisi punya hak untuk langsung menahan (mengurung) anda dibalik jeruji besi.

2. Butuh mental “dewasa” dalam bermedia sosial. Gak perlu gampang tersinggung, gak perlu gampang marah, gak perlu “baper”, yang penting bisa memilah-milah data & informasi. Kalau anda tidak berkenan atau tidak tertarik dengan konten, lewati saja. Kita harus bersyukur di jaman internet sekarang ini, sangat mudah mendapatkan data dan informasi. Butuh kedewasaan berfikir dalam menyikapi membanjirnya data & informasi. Yang menarik dari pengalaman pribadiku dalam berbagi informasi di medsos adalah, ada 2 topik sensitif yang harus ekstra hati-hati:
A. Topik yang membahas tentang pilihan politik warga net
B. Topik tentang keyakinan spiritual atau agama

Dua topik tersebut sangat mudah memancing emosi warga net, khususnya yang memiliki pandangan/dukungan politik atau keyakinan spiritual berbeda. Tidak jarang warga net saling mencaci-maki secara kasar atau secara tidak sopan, jika 2 topik tadi yang diangkat. Namun demikian ada juga manfaatnya berbagi informasi perihal di atas. Kita jadi tahu pilihan politik si A dan si B. Karena orang yang merespon biasanya memiliki pandangan politik atau keyakinan spiritual yang berbeda (kontra), sehingga emosinya terpancing dan tidak sabar untuk langsung memberi komentar, tanggapan atau sanggahan.

3. Jika anda ingin menjadi “Buzzer”, pastikan anda siap untuk berargumen dengan netizen yang tidak sependapat dengan pesan yang anda siarkan. Buzzer adalah kata Bahasa Inggris yang berarti lonceng atau alarm. Lonceng atau alarm ini berfungsi untuk memanggil, memberitahu dan mengumpulkan orang untuk berkumpul atau melakukan sesuatu. Buzzer bisa disandingkan dengan “kentongan” di Jawa yang biasanya digunakan sebagai lonceng bagi warga di sekitarnya. Seiring perkembangan internet dan media sosial, kata buzzer disematkan kepada orang atau akun media sosial yang
mempromosikan kandidat, tokoh, isu, atau produk tertentu untuk diminati, dipilih dan dimiliki masyarakat. Istilah lain untuk ini adalah “Endorser” atau “Influencer”. Tentu saja, jika mereka menjalankannya secara profesional, maka akan menerima imbalan secara finansial dari produk atau tokoh yang dipromosikan.

4. Dalam beragumen di media sosial, usahakan dengan kepala dingin dan rasional, jangan terpancing emosi. Argumen harus disanggah dengan argumen juga, bila perlu dilengkapi dengan data atau referensi. Jangan pernah menyerang “pribadi orangnya” karena kalau itu anda lakukan, berarti “kualitas pribadi” anda akan dinilai oleh netizen sebagai orang yang belum dewasa. Yang membaca komentar atau argumen anda banyak orang karena medsos bukan pesan bersifat pribadi (direct message). Contoh sanggahan yang tidak berdasarkan argumen: kamu memang bodoh walupun sarjana, atau sarjana kok ber-otak udang, kamu punya agama atau tidak, otak-mu kau taruh di mana, dll. Kualitas anda akan dinilai oleh netizen berdasarkan kualitas argumentasi dan data yang anda sajikan. Jika anda menyerang pribadinya, maka sesungguhnya anda mempertontonkan “kebodohan” anda sendiri karena tidak tahu etika bersosial media.

5. Jika anda tidak yakin dengan sumber pembuat konten, jangan langsung di share ke group. Ingat poin nomor 1 di atas. Anda bisa masuk perangkap pidana kalau informasi yang anda bagikan adalah palsu (HOAX). Lebih baik anda membuat konten sendiri atau membuat artikel sendiri karena itu akan meningkatkan kapasitas intelektual anda. Jika tangan anda gatal ingin nge-share konten orang lain, apalagi isinya “menghasut” atau “berita miring”, maka anda rawan tersandung dengan UU-ITE atau anda akan dibully oleh anggota group yang lain yang merasa terganggu dengan konten tersebut. Apakah anda siap menerima bullying ?

6. Sebagai pedoman saja, konten yang layak di share adalah bersumber dari “media mainstream” seperti Detik.com, CNN.com, CNBC.com, Kompas.com, Newsweek.com dan portal resmi instansi Pemerintah. Jangan lupa mencamtumkan sumber dari konten yang anda bagikan supaya anda terbebas dari hukum dan bullying.

7. Jika anda nge-share konten YouTube, sebaiknya anda sertakan rangkuman dari isi yang disampaikan oleh YouTuber tersebut sehingga orang lain yang tidak memiliki waktu banyak atau tidak ada kuota data, cukup membaca rangkumannya saja. Ingat bahwa konsumsi data dari video adalah besar.

8. Anggota suatu group biasanya “exclusive” misalnya alumni SD, SMP, SMA, Universitas, Tempat Kerja lama, dan seterusnya. Namun demikian, tetap saja anggotanya heteorogen dalam berbagai segi (ekonominya, intelektualitasnya, pandangan politiknya, keyakinan spiritualnya, dll). Maka rambu-rambu dalam berbagi konten harus diperhatikan.

Internet telah memberikan banyak manfaat bagi peradaban manusia jika dimanfaatkan dengan baik, benar dan bertaggung jawab. Semua orang akan menjadi tua, itu pasti, namun tidak semua orang akan menjadi dewasa. Ukuran kedewasaan adalah apabila seseorang mampu menyeimbangkan antara “courage” (keberanian) dengan “consideration” (pertimbangan).

Semoga tips di atas bermanfaat. Silahkan dibagikan ke group yang lain agar informasi tersebut memberikan dampak positif kepada masyarakat. Apalagi di saat krisis
akhir-akhir ini, setiap hari kita dibombardir dengan informasi yang tidak semuanya bermanfaat.

Selamat bekerja dari rumah (Working from Home). Sampai kapan ? I don’t know.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.