Money (uang) VS Wealth (kekayaan)
Money (uang) telah mengalami evolusi yang sangat panjang sebagai alat tukar yang diciptakan oleh kebudayaan manusia untuk mempermudah transaksi ekonomi. Dalam perkembangannya, fungsi uang tidak hanya sebagai alat tukar (barang dan jasa). berikut ini adalah beberapa fungsi uang dalam masyarakat modern:
1. Uang berfungsi untuk menyimpan kekayaan (wealth) baik itu disimpan di bawah bantal/kasur atau disimpan di lembaga keuangan (contoh: Bank, Asuransi, Pasar Modal, dll).
2. Uang berfungsi sebagai satuan hitung. Tanpa adanya satuan hitung, orang akan sulit menentukan nilai atau harga suatu barang dan jasa yang akan dipertukarkan.
3. Uang berfungsi sebagai komoditas yang diperjual belikan (contoh: pagi-pagi saya beli dollar Amerika, setelah ada kenaikan beberapa poin, sore/malam hari saya menjualnya dengan keuntungan beberapa poin).
4. Uang berfungsi sebagai alat spekulasi untuk meraih keuntungan dengan singkat (jual beli mata uang seperti pada poin nomor 3 di atas atau jual beli saham di pasar modal).
5. Uang berfungsi untuk merangsang dan atau mengerem pertumbuhan ekonomi bangsa melalui instrumen suku bunga. Jika Pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi, suku bunga acuan diturunkan. Sebaliknya jika Pemerintah ingin ngerem pertumbuhan ekonomi, suku bunga acuan akan dikerek naik. Tindakan Pemerintah menaikkan/menurunkan suku bunga acuan disebut kebijakan moneter (monetary policy).
Selain fungsi uang yang telah mengalami evolusi, wujud fisik uang juga mengalami evolusi dari yang semula berupa kulit kerang, kulit binatang, batu yang dibentuk khusus, logam (emas, perak, perunggu), kertas, plastik (credit/debit card), terakhir menjadi digital money dan crypto currency. Negara yang sudah menerapkan “cashless society”, tidak lagi menyimpan uang di dompet karena semua transaksi sudah dilakukan dengan hanya memindahkan angka saldo uang yang kita miliki baik memakai kartu chip atau smartphone.
Mungkin kita tidak pernah bertanya, mana yang lebih baik, menyimpan kekayaan berupa uang (kas atau yang setara kas) atau berupa asset-asset lain (contoh: emas, properti, tanah, saham, dan lain-lain). Pembahasan nya akan menjadi sangat luas kalau harus membahas semua. Pada kesempatan ini, saya akan membahas hanya satu jenis saja, yaitu properti. Agar isi pesan nya mudah difahami, saya akan menggunakan studi kasus yang lebih spesifik yaitu menyimpan kekayaan berupa asset properti apartemen milik sederhana (luas bangunan sekitar 30 meter persegi). Harga properti apartemen milik sederhana pada saat penjualan perdana (fisik bangunan belum ada, hanya berupa gambar) pada tahun 2008 adalah Rp 160 juta. Jika ditambah biaya balik nama dan pajak jual beli akan menjadi Rp 185 juta. Biaya balik nama dan pajak pembelian dibayarkan setelah bangunan selesai dan sertifikat telah dipecah menjadi unit-unit terpisah. Lama proses pembangunan rata-rata 3 tahun sehingga bangunan diserah terimakan tahun 2011 dan siap disewakan awal tahun 2012.
Sekarang mari kita masuk ke hitung-hitungan arus kas (cash flow). Jika anda membeli properti tersebut secara kredit, tingkat bunga pinjaman saat itu adalah 12,5% per tahun. Jika jangka waktu kredit 10 tahun, uang muka 20% dari harga jual, maka angsuran per bulan sekitar Rp 1,8 juta atau 1% dari harga perolehan. Dalam jangka 10 tahun pinjaman akan lunas. Nilai sewa properti tersebut pada tahun 2012 sekitar Rp 18 juta (per tahun) atau Rp 1,5 juta (per bulan) dan berpotensi naik setiap tahun sesuai perkembangan inflasi (pada tahun 2018 atau 10 tahun sejak akad kredit, rata-rata harga sewa sudah 24 juta per tahun atau Rp 2 juta per bulan). Dengan hitungan seperti diatas, maka angsuran bulanan kredit anda sudah dilunasi oleh penyewa. Modal awal yang anda keluarkan adalah 20% atau Rp 32 juta ditambah biaya balik nama dan pajak pembelian Rp 25 juta setelah sertifikat selesai. Total investasi anda Rp 57 juta dan pada tahun 2018 kekayaan anda berupa apartemen milik sederhana mengikuti harga pasar Rp 350 juta dengan arus kas bulanan Rp 2 juta (sudah bebas hutang bank karena pinjaman sudah lunas).
Dalam ilustrasi di atas, anda melakukan “financial leverage” dengan memakai “other people money” atau uang bank untuk mendapatkan kekayaan senilai Rp 350 juta. Anda cukup menyediakan uang sendiri Rp 57 juta. Berapa ROI (Return On Investment) selama periode 10 tahun tersebut ? Cara menghitungnya adalah Rp 350 juta dikurangi modal anda Rp 57 juta = Rp Rp 293 juta dibagi Rp 57 juta (lalu dikali 100%) yaitu 514%. Biasanya kita jadikan per tahun agar bisa dibandingkan dengan tingkat suku bunga Deposito Bank yang saat ini sekitar 5%. Jika 514% dibagi 10 maka hasilnya 51% (bandingkan dengan bunga deposito). artinya ROI investasi properti apartemen milik sederhana memberikan imbal hasil 10 kali lipat dibandingkan suku bunga deposito (karena anda melakukan financial leverage). Tidak berhenti disini saja, setelah kredit anda lunas, maka anda menerima pendapatan pasif (passive income) seumur hidup. Jika anda memiliki 10 unit investasi seperti ini, maka pendapatan pasif anda Rp 20 juta per bulan dan memiliki potensi naik setiap tahun sejalan dengan kenaikan inflasi tahunan. Mengapa tidak banyak orang memiliki kecerdasan financial ini?
Pertanyaan penutup: jadi lebih baik mana, nabung di bank dengan bunga 5% per tahun atau investasi properti? Jika anda golongan orang yang takut dengan “riba”, abaikan ilmu yang saya uraikan di atas, karena “self-limiting belief” yang ada dalam pikiran bawah sadar anda akan menghalangi tindakan anda. Bawah sadar anda akan meyalahkan orang lain yang lebih kaya daripada anda karena “self-limiting belief”. Semoga artikel singkat ini sedikit membuka wawasan bahwa ada yang namanya “self-limiting belief” yang kita tidak menyadari dan lebih mudah menyalahkan orang lain, menyalakan pemerintah, menyalakan partai lain, menyalakan agama lain, menyalahkan bangsa lain, ketimbang “intropeksi diri”.